Razan Tata
3 min readMay 17, 2017

Kenapa Bisa Suka Membaca?

Bagi saya, membaca adalah suatu kemewahan.

Saya pertama kali bertemu bacaan itu saat taman kanak-kanak. Saat itu sekolah mengenalkan kami dengan suatu majalah. Mungkin sebagai pengenalan anak-anak terhadap bacaan. Melihat majalah tersebut, saya seperti melihat ponsel layar sentuh pertama kali, “Ini apa?”

Ada penasaran, heran, dan ingin tahu.

Majalah tersebut berisi tulisan dan gambar. Sayang sekali saya belum bisa membaca, jadi hanya bisa menikmati gambar-gambarnya dari halaman pertama hingga akhir. Dan itu entah bagaimana cukup memberikan kebahagiaan bagi saya.

Sampai suatu ketika di antara yang belum bisa membaca, ada satu teman saya — yang saya lupa namanya — bisa membaca. Alhasil, dia dikerubungi teman-teman ketika membacakan tulisan dalam majalah tersebut.

Melihat itu, ada keinginan yang menggebu-gebu dalam dada. Saya ingin bisa membaca. Saya ingin membaca tulisan di dalam majalah itu.

Membaca pun menjadi kemewahan bagi saya.

Di rumah saya dulu, Ayah dan Ibu menempelkan poster-poster pelajaran membaca, mulai dari abjad A-Z dilengkapi gambar hewan sampai tata cara mengeja. Tapi, saya selalu gagal. Sulit sekali mengeja dan membaca. Sudah seperti mengerjakan rumus kimia saat SMA.

Saya pun bisa membaca ketika masuk sekolah dasar. Aneh karena hanya butuh waktu singkat. Seingat saya hanya butuh sekali atau dua kali pertemuan di kelas. Padahal ketika TK butuh tekad mati-matian untuk bisa sekadar mengeja nama Budi.

Saya pun bahagia luar biasa. Saya lupa bagaimana rasanya dari tidak bisa membaca menjadi bisa membaca nama Budi. Mungkin tidak ada kata yang lebih tepat dari kata “Ajaib”.

Saya pun melahap tulisan dalam majalah yang dikenalkan waktu taman kanak-kanak. Dan saya baru tahu itu adalah majalah Bobo. Majalah sejuta umat ketika masih kecil. Saya pun berlangganan majalah ini sampai kelas 6 SD.

Beruntung juga Ayah mengenalkan saya dengan yang namanya toko buku. Di sana sudah seperti surga. Saya pun diperkenankan Ayah untuk mengambil buku apa saja yang saya mau.

Saat itu saya sangat menyukai buku-buku yang berbau sejarah atau ilmu pengetahuan. Seperti tentang gerhana, fotosintesis, bagaimana kehidupan makhluk hidup, sejarah pahlawan di Indonesia, biografi tokoh dunia, sampai sejarah penemuan yang pernah ada di muka bumi.

Sepertinya berat. Sebenarnya tidak. Jadi, dulu ada komik yang bercerita tentang kehidupan Leonardo Da Vinci, Julio Caesar, sampai George Washington. Ada juga komik yang berisi tentang penemuan yang ada di dunia, seperti penemuan cokelat, permen karet, kapal, dll. Dan saya dulu tidak tahu jika bahasan itu berat. Karena layaknya anak-anak, saya menyukai gambarnya.

Begitulah awal mula saya tertarik dengan membaca. Cukup diawali dengan rasa penasaran dan takjub. Saya pernah mendengar rasa penasaran anak-anak itu tidak boleh dibatasi dan dimatikan, karena itulah kemampuan berharga yang dimiliki anak-anak. Dari rasa ingin tahu bisa membuatnya menemukan sesuatu yang baru.

Saya beruntung memiliki lingkungan yang mendukung untuk membaca, sehingga sampai sekarang membaca sudah mendarah daging di dalam diri. Rasa lapar melahap buku selalu ada dan ada.

Kenangan awal bagaimana tertarik dengan membaca ini saya tulis dalam rangka Hari Buku Nasional. Tepat pada hari ini, tanggal 17 Mei 2017.

Jadi, selamat Hari Buku Nasional. Semoga perayaan membaca tak pernah berkesudahan. Selalu semarak dan semakin meriah.

Dan harapan khusus saya agar di Pontianak bisa banyak acara atau kegiatan membaca yang dikemas dengan konsep unik. Dengan begitu, kota ini akan semakin indah dan bersinar. Seperti slogan kota kelahiran saya ini.