Mulai Merasa Gejala Short Attention Span?
Tidak bisa fokus lebih dari 5 menit. Bahkan lebih pendek.
Dulu bisa baca buku berpuluh-puluh halaman. Sekarang baru 1–2 halaman sudah ingin tutup buku. Dulu bisa menonton film sampai tuntas sekali duduk. Sekarang baru berjalan 30 menit, sudah berhenti dan bilang, “Lanjut besok saja.”
Apa yang sebenarnya terjadi?
Saya pernah bertemu cuitan menarik di X. Tentang attention span, yaitu kemampuan seseorang untuk fokus pada sesuatu sebelum teralihkan. Semisal bisa kerja 30 menit tanpa melihat ponsel, baca lembaran buku lebih banyak, hingga menonton film sampai tuntas. Namun, semakin ke sini attention span manusia semakin pendek. Sebabnya mungkin kamu juga tahu. Ya, media sosial.
Saya pun bertemu jawaban akan keresahan tadi.
Sudah jam 11 malam. Selepas cuci muka dan gosok gigi, saya merebahkan diri di atas kasur. Bersiap melakukan ritual sebelum tidur: membuka ponsel. Urutannya selalu sama. Buka X, Instagram, TikTok secara bergantian. Terus diulangi hingga malam menunjukkan pukul 01.00. Lupa sudah niat tidur lebih awal.
Tidak heran attention span saya semakin pendek.
Bayangkan saat membuka TikTok. Detik pertama melihat mukbang mi instan, gulir ke bawah berganti cuplikan podcast politik, geser lagi sudah berubah menjadi potongan acara lawak. Begitu pula ketika membuka Instagram dan X. Dalam 10 detik bisa mengonsumsi 10 topik yang berbeda-beda.
Lalu, tiba-tiba perlu membaca buku atau menonton film. Fokus yang sudah terbiasa dengan konten pendek mengeluh. Membaca satu topik di ratusan halaman buku? Menonton video YouTube tentang produktivitas selama 20 menit?
Mana tahan.
“Memangnya kenapa kalau attention span jadi lebih pendek?”
Coba duduk sejenak dan lepaskan ponsel di tangan. Ingat kembali apa yang terjadi dan dirasakan belakangan ini. Sering cemas dan pusing? Sulit mengerjakan tugas tepat waktu? Suka ceroboh saat melakukan sesuatu? Banyak kerjaan terbengkalai? Sering menunda-nunda? Selalu merasa capek?
Jika kamu merasakannya, bisa jadi karena attention span semakin pendek. Semuanya bermula dari satu hal sederhana: konsumsi media sosial berlebih. Kalau kamu bertanya bagaimana cara mengatasinya, saya juga memiliki pertanyaan yang sama. Menjauhi media sosial nyaris tidak mungkin. Kita butuh langkah kecil: membangun kebiasaan baru dibanding menghapus kebiasaan lama.
Saya perlu kebiasaan baru.
Saya ingin bisa kembali membaca buku berlembar-lembar tanpa bosan. Saya ingin kembali hanyut menonton film sekali duduk. Saya ingin tahan di depan laptop menuntaskan kerjaan tanpa menunggu dikejar tenggat.
Saya perlu memikirkan cara untuk membangun itu semua. Saya pun teringat salah satu buku terbaik yang pernah saya baca. Judulnya Atomic Habits. Buku yang sering dikupas influencer produktivitas. Ada satu formula di dalam buku itu yang saya ingat. Formula sederhana untuk membentuk kebiasaan baru. Rumusnya kurang lebih begini:
(Kebiasaan baru) + (Kebiasaan lama)
Jadi, cukup menempelkan kebiasaan baru dengan kebiasaan lama. Saya coba merincikan.
Kebiasaan baru: baca buku 15 menit setiap hari
Kebiasaan lama: buka TikTok sebelum tidur
Maka, saya coba menempelkan kebiasaan baca buku sebelum membuka TikTok. Jadi tiap kali saya ingin membuka TikTok sebelum tidur, saya perlu membaca buku terlebih dahulu selama 15 menit. Tentu idealnya bisa baca buku tanpa membuka media sosial. Namun, kebiasaan perlu dibangun perlahan. Tidak perlu sempurna, yang penting jalan dulu. Untuk memulainya, saya membeli novel berjudul “Funiculi Funicula” tanggal 22 Juni 2024. Targetnya bisa tuntas dibaca dalam 1 bulan. Lewat metode tadi, sekarang bacaan saya sudah tiba di halaman 170. Total 223 halaman. Sepertinya bisa selesai sebelum 22 Juli 2024.
Ya, kebiasaan buka media sosial tetap berjalan, tetapi saya mulai membangun kembali kebiasaan membaca buku. Sejauh ini, formula di Atomic Habits berhasil.
Media sosial seperti camilan.
Makan sebanyak apa pun tidak bikin kenyang dan berhenti. Konsumsi camilan berlebih bisa membuat sakit, media sosial juga begitu. Salah satu penyakitnya adalah short attention span. Ketika rentang fokus semakin pendek dari hari ke hari. Jika sudah mengganggu saatnya mengatasi. Kamu bisa coba cara yang saya lakukan: menempelkan kebiasaan baru dengan kebiasaan lama. Lakukan perlahan. Sekali lagi … tak perlu sempurna, yang penting jalan dulu.